Mitologi Yunani secara eksplisit terdapat dalam kumpulan cerita dan karya seni Yunani Kuno, seperti pada lukisan vas dan benda-benda ritual untuk dewa. Mitologi Yunani menjelaskan asal mula dunia serta menceritakan kehidupan dan petualangan berbagai dewa, dewi, pahlawan, dan makhluk-makhluk mitologi. Mitologi Yunani pada awalnya disebarkan melalui tradisi lisan. Saat ini sebagian besar informasi mengenai mitologi Yunani diperoleh dari sastra Yunani.
Sumber literatur Yunani tertua—yakni wiracarita Iliad dan Odisseia—berisi kisah yang berpusat pada peristiwa mengenai Perang Troya. Sementara, dua puisi karya Hesiodos—Theogonia dan Erga kai Hemerai—menceritakan mengenai penciptaan dunia, pergantian kekuasaan dewa, pergantian zaman manusia, asal mula kesengsaraan manusia, dan asal mula ritual kurban. Mitologi Yunani juga terdapat dalam Himne Homeros, potongan-potongan wiracarita dari Siklus Epik, karya seni tragedi dari abad kelima, tulisan-tulisan para sejarawan dan penyair dari zaman Yunani Kuno, serta naskah kuno dari Kekaisaran Romawi karya penulis-penulis seperti Plutarkhos dan Pausanias.
Penemuan-penemuan arkeologi telah menunjukkan sumber-sumber penting mengenai rincian mitologi Yunani, di mana para dewa dan pahlawan banyak muncul dalam dekorasi pada banyak sekali artefak. Desain geometris pada tembikar dari abad kedelapan SM menggambarkan adegan-adegan dari siklus Troya selain daripada petualangan Herakles. Pada masa-masa yang saling berkelanjutan—yaitu periode Arkais, Klasik, dan Hellenistik—muncul berbagai sumber mitologi Yunani, seperti dari Homeros. Sumber-sumber itu menambah berbagai bukti yang sudah ada.
Mitologi Yunani telah banyak memengaruhi budaya, seni, dan sastra dunia Barat dan terus menjadi bagian dari warisan dan bahasa Barat. Sejak masa kuno hingga sekarang, banyak penyair dan seniman yang mengambil inspirasi dari mitologi Yunani, dan menemukan banyak relevansi dan makna kontemporer dalam tema-tema mitologi Yunani.
Sastra
|
Kiri: Sampul depan Iliad edisi bahasa Katala (1879), diterjemahkan oleh Conrad Roure. Kanan: Sampul depan Iliad edisi bahasa Indonesia (2011), diterjemahkan oleh Asep Rachmatullah. Iliad karya Homeros merupakan salah satu naskah kuno mengenai mitologi Yunani yang paling terkenal.
|
||
Di antara sumber-sumber sastra terawal adalah dua wiracarita karya Homeros, yaitu Iliad dan Odisseia. Para penyair lainnya ikut membuat wiracarita yang melengkapi Siklus Epik, namun sajak-sajak ini hampir keseluruhannya telah hilang. Ada pula kumpulan sajak yang dinamai Himne Homeros. Akan tetapi, terlepas dari namanya, Himne Homeros tidak punya kaitan langsung dengan Homeros. Sajak-sajak dalam Himne Homeros adalah himne-himne paduan suara yang berasal dari bagian yang lebih awal dari apa yang disebut sebagai Zaman Lira.[6] Hesiodos, yang diperkirakan hidup sezaman dengan Homeros, menulis karya berjudul Theogonia ("Asal-usul Para Dewa). Wiracarita tersebut merupakan salah satu naskah terlengkap mengenai mitos Yunani awal dan menceritakan tentang penciptaan dunia; asal muasal para dewa, Titan, dan Gigant; selain juga menguraikan silsilah, folklor, dan mitos etiologi. Karya Hesiodos lainnya, yaitu Erga kai Hemerai, merupakan puisi didaktik yang bercerita mengenai kehidupan bertani, selain juga meliputi mitos Prometheus, Pandora, serta Lima Zaman Manusia. Hesiodos juga memberi nasehat bagaimana cara supaya dapat berhasil dalam menjalani hidup di dunia yang berbahaya ini, yang oleh para dewa dibuat menjadi lebih berbahaya.
Para penyair lira sering mengambil tema-tema dari mitologi dan memasukkannya ke dalam sajak-sajak mereka. Namun mereka menyampaikannya dengan cara yang kurang naratif dan cenderung lebih alusif. Para penyair lira Yunani di antaranya adalah Pindaros, Bakkhylides, Simonides dan penyair pedesaan semacam Theokritos atau Bion. Masing-masing mengisahkan insiden-insiden mitologi secara individual. Selain digunakan dalam sajak lira, tema-tema dalam mitologi Yunani juga sangat sentral bagi drama-drama Athena. Penulis drama tragedi seperti Aiskhilos, Sofokles, dan Euripides mengambil sebagian besar plot cerita mereka dari mitos-mitos mengenai zaman kepahlawanan dan Perang Troya. Banyak cerita tragedi (misalnya cerita Agamemnon dan anak-anaknya, Oidipus, Iason, Medeia, dll) yang bentuk klasiknya muncul dalam drama-drama tragedi itu. Penulis drama Aristofanes juga menggunakan mitos Yunani dalam dramanya, di antaranya dalam drama yang berjudul Ornithes ("Burung") dan Batrakhoi ("Katak").
Sejarawan Herodotos dan Diodoros Sikolos, serta geografer Pausanias dan Strabo, melakukan perjalanan keliling dunia Yunani dan mencatat cerita-cerita yang mereka dengar. Sebagai hasil dari perjalanannya, mereka berhasil menjabarkan banyak sekali legenda dan mitos lokal dalam tulisan-tulisan mereka, kadang mereka memberikan versi alternatif yang kurang dikenal. Herodotos secara khusus mempelajari berbagai tradisi yang dia kenal dan menyimpulkan bahwa banyak kisah mitologis yang sebenarnya memiliki asal-usul historis dari perseturuan antara Yunani dan Dunia Timur. Herodotos berupaya untuk mempertemukan asal-usul dan pencampuran konsep budaya yang berbeda itu.
Sajak-sajak dari zaman Hellenistik dan Romawi kuno kebanyakan disusun untuk tujuan sastra ketimbang untuk kultus pemujaan. Meskipun demikian, semua itu mengandung banyak rincian penting yang mungkin saja dapat hilang. Dalam kategori ini, terdapat karya-karya dari :
- Para penyair Romawi, contohnya Ovidius, Statius, Valerius Flaccus, Seneca, dan Virgilus dengan uraian dari Servius.
- Para penyair Yunani dari periode Antik Akhir, yaitu Nonnos, Antoninos Liberalis, dan Kointos Smyrnaios.
- Para penyair Yunani dari periode Hellenistik, antara lain Apollonios dari Rodos, Kallimakhos, Pseudo-Eratosthenes, dand Parthenios.
- Para penulis novel dari Yunani dan Romawi, di antaranya adalah Apuleius, Petronius, Lollianus, dan Heliodoros.
Arkeologi
Penemuan Peradaban Mykenai oleh arkeolog amatir Jerman, Heinrich Schliemann, pada abad kesembilan belas, serta penemuan Peradaban Minoa di Kreta oleh arkeolog Britania, Sir Arthur Evans, pada abad kedua puluh, banyak membantu dalam menjelaskan beragam pertanyaan tentang epik Homeros dan menyediakan bukti-bukti arkeologis bagi banyak rincian mitologis mengenai para dewa dan pahlawan Yunani. Sayangnya, bukti tentang mitos dan ritual di situs-situs arkeologi Mykenai seluruhnya bersifat monumental, seperti misalnya naskah Linear B yang digunakan terutama untuk mencatat invantaris, meskipun pada naskah tersebut ditemukan juga nama-nama dewa dan pahlawan. Linear B sendiri merupakan suatu bentuk tulisan Yunani yang sangat kuno yang ditemukan di Kreta dan di Yunani daratan.Desain geometris pada tembikar dan gerabah dari abad kedelapan SM menggambakan adegan-adegan dari siklus Troya, selain juga petualangan Herakles. Penggambaran mitos secara visual menjadi penting karena dua alasan. Alasan pertama adalah bahwa banyak mitos Yunani yang diceritakan melalui vas lebih dulu daripada melalui karya sastra; dari dua belas tugas Herakles, misalnya, hanya tugas menangkap Kerberos saja yang diceritakan dalam karya sastra kontemporer. Alasan lainnya adalah bahwa sumber-sumber visual seringkali menggambarkan adegan mitos dan mitis yang tidak dikisahkan dalam sumber sastra manapun. Dalam beberapa kasus, penggambaran awal mitos dalam seni geometris lebih dulu muncul daripada penggambarannya pada sajak arkais akhir, dan perbedaan waktunya bisa mencapai beberapa abad. Pada periode Arkais (750–500 SM), Klasik (480–323 SM), dan Hellenistik (323–146 SM), banyak bermunculan penggambaran pada tembikar yang memperlihatkan adegan-adegan dari karya Homeros dan adegan-adegan mitologis lainnya, yang ikut melengkapi bukti sastra yang sudah ada.
SejarahMitologi Yunani telah berkembang seiring waktu demi menyesuaikan dengan perkembangan budaya Yunani itu sendiri, yang mana mitologi, baik secara terang-terangan maupun dalam asumsi-asumsi tak terucapkan, merupakan suatu indeks perubahan. Dalam bentuk sastra mitologi Yunani yang masih tersisa, seperti dapat ditemukan kebanyakan pada akhir perubahan yang progresif, pada dasarnya bersifat politik, seperti yang dikemukakan oleh Gilbert Cuthbertson.Penghuni Semenanjung Balkan yang lebih awal merupakan masyarakat agraris yang menganut Animisme dan mempercayai keberadaan roh pada setiap unsur alam. Dalam perkembangan selanjutnya, roh-roh yang samar-samar itu diberikan wujud manusia dan terlibat dalam mitologi lokal sebagai dewa. Kemudian muncul suku-suku dari sebelah utara semenanjung Balkan yang datang menyerang. Dalam invasinya, mereka membawa serta kepercayaan baru yang di dalamnya terdapat pantheon dewa-dewa baru, yang didasarkan pada penaklukan, keberanian dalam perang, dan kepahlawanan yang kejam. Dewa-dewa yang telah lebih dulu ada kemudian menyatu dengan dewa sembahan para penyerang yang lebih kuat. Semantara dewa-dewa yang tidak terasimilasi akhirnya menghilang dan tak lagi dianggap penting.
Zeus Mencium Ganimede (1758-59) oleh Anton Raphael Mengs. Kisah Zeus dan Ganimede adalah salah satu contoh hubungan antarlelaki dalam mitologi Yunani.
Pencapaian dibuatnya wiracarita adalah untuk menciptakan siklus cerita dan, sebagai akibatnya, untuk mengembangkan pemahaman baru mengenai kronologi mitologis. Jadi mitologi Yunani terungkap sebagai fase dalam perkembangan dunia dan manusia. Sementara kontradiksi-diri dalam cerita-ceritanya menjadikan tidak mungkin untuk adanya garis waktu yang mutlak, namun suatu kronologi yang mendekati itu dapat dilihat. "Sejarah dunia" mitologi yang dihasilkan kemudian, dapat dibagi menjadi tiga atau empat periode yang cakupannya cukup luas, yaitu:
Dalam Erga kai hemerai. Hesiodos menggunakan skema Empat Zaman (atau Ras) Manusia. Keempat zaman yang disebutkan olehnya yaitu Zaman Emas, Zaman Perak, Zaman Perunggu, dan Zaman Besi. Semua zaman atau ras tersebut merupaan ciptaan dewa yang berbeda-beda, Zaman Emas berlangsung selama kekuasaan Kronos, sedangkan Zaman Perak terjadi di bawah pemerintahan Zeus. Hesiodos kemudian menambahkan Zaman (atau Ras) Pahlawan tepat setelah Zaman Perunggu. Zaman terakhir adalah Zaman Besi, yang merupakan periode kontemporer dimana Hesiodos hidup. Hesiodos menceritakan bahwa Zaman Besi adalah masa yang terburuk. Kejahatan yang ada di dunia dijelaskan melalui mitos Pandora, ketika semua hal buruk, seperti misalnya penyakit, kejahatan, kesengsaraan, dll, yang tersimpan dalam Kotak Pandora berhasil keluar dan menjangkiti umat manusia. Namun di dalam kotak tersebut masih tersisa satu benda yang sulit untuk keluar, yakni harapan. Sementara itu dalam karyanya, Metamorphoses, Ovidius juga mengikuti konsep Hesiodos dan mengisahkan empat zaman yang dialami oleh umat manusia. Menurut Edith Hamilton, karakteristik mitologi Yunani adalah adanya upaya orang Yunanii kuno untuk mengurangi tingkat kebiadaban dalam mitologi mereka. Selain itu mitologi Yunani tidak banyak berisi hal-hal supranatural; tidak ada penyihir pria dan hanya ada dua orang penyihir wanita, juga tidak ada cerita mengenai hantu yang menakutkan atau astrologi yang mempengaruhi nasib manusia. MitologiZaman para dewa
Pengebirian Uranus: lukisan dinding oleh Vasari & Cristofano Gherardi (c. 1560, Sala di Cosimo I, Palazzo Vecchio, Firenze).
Kosmogoni dan kosmologi"Mitos asal-usul" atau "mitos penciptaan" melambangkan usaha untuk menguraikan alam semesta dan menjelaskan asal mula dunia supaya dapat dipahami oleh akal manusia. Versi yang paling banyak diterima pada saat ini, meskipun merupakan suatu kisah filosofis mengenai asal usul segala sesuatu, diceritakan oleh Hesiodos, dalam karyanya Theogonia. Dia mulai dengan Khaos, suatu entitas yang tak berbentuk dan msterius. Dari Khaos ini muncullah Gaia atau Gê (dewi bumi) serta beberapa makhluk dewata primer lainnya, di antaranya adalah Eros (Cinta), Tartaros (Perut bumi), Erebos (Kegelapan), dan Niks (Malam). Niks bercinta dengan Erebos dan melahirkan Aither (Langit atas) dan Hemera (Siang). Tanpa pasangan pria, Gaia melahirkan Uranus (dewa langit) dan Pontos (dewa laut). Uranus kemudian menjadi suami Gaia. Dari hubungan mereka, terlahirlah para Titan pertama, yang terdiri dari enam Titan pria, yaitu Koios, Krios, Kronos, Hiperion, Iapetos, dan Okeanos, serta enam Titan wanita, yaitu Mnemosine, Foibe, Rea, Theia, Themis, dand Tethis. Setelah Kronos lahir, Gaia dan Uranus memutuskan bahwa tidak ada Titan lagi yang boleh lahir. Anak-anak Gaia dan Uranus yang lahir kemudian adalah para Kiklops (raksasa bermata satu) dan Hekatonkheire (raksasa bertangan seratus). Karena memiliki rupa yang mengerikan, para Kiklops dan Hekatonkheire dikurung oleh Uranus. Gaia marah atas tindakan Uranus dan mengajak para Titan untuk memberontak melawan Uranus. Kronos, anak Gaia yang "paling cerdik, muda, dan mengerikan", melaksanakan perintah Gaia dan dia pun memotong alat kelamin ayahnya sendiri. Setelah itu Kronos menjadi penguasa para dewa dengan Rea, yang merupakan kakak sekaligus istrinya, sebagai pasangannya, dan para Titan yang lain menjadi anak buahnya.
Kronos Menelan Anaknya, menggambarkan Kronos yang sedang memakan bayi Poseidon. Lukisan oleh Peter Paul Rubens.
Amphora berfigur hitam yang menggambarkan dewi Athena sedang "lahir" dari kepala Zeus, yang sudah menelan Metis, sementara itu dewi kelahiran, Eileithiia, berada di bagian kanan, 550–525 SM (Museum Louvre, Paris).
Orang Yunani yang memikirkan mengenai sajak menganggap bahwa theogonia (cerita kelahiran para dewa) sebagai genre puitis prototipe-mythos prototipikal—dan menghubungkan banyak kekuasaan di dalamnya. Orfeus, seorang penyair arketipal, juga merupakan seorang penyanyi arketipal theogonia. Dalam Argonautika buatan Apollonios, dikisahkan bahwa Orfeus menggunakan sajak-sajak theogonia untuk menenangkan lautan dan badai, juga untuk menggerakkan hati keras milik para dewa dunia bawah dalam perjalanannya ke dunia bawah. Dalam Himne Homeros untuk Hermes, ketika Hermes menciptakan lira, hal yang pertama kali dia lakukan adalah bernyanyi tentang kelahiran para dewa. Theogonia buatan Hesiodos bukan hanya naskah yang masih bertahan yang menceritakan mengenai para dewa, namun juga naskah terlengkap yang masih ada yang menggambarkan fungsi penyair arkais. Theogonia sendiri diawali dengan doa pembuka yang ditujukan untuk para Mousai. Cerita theogonia merupakan subjek dari banyak sajak yang hilang, termasuk sajak-sajak yang dipercaya ditulis oleh Orfeus, Mousaios, Epimenides, Abaris, dan para peramal legendaris lainnya. Kisah-kisah tentang theogonia diyakini pernah digunakan dalam ritual penyucian pribadi dan ritus-ritus misteri. Ada indikasi bahwa Plato tidak asing dengan beberapa versi theogonia Orfik. Namun, informasi mengenai kepercayaan dan ritus keagamaan memang sedikit, selain itu ciri-ciri budaya tersebut tidak akan dibeberkan secaa terbuka oleh para anggotanya ketika kepercayaannya sedang dilakukan. Setelah banyak kepercayaan religius yang menghilang, hanya sedikit orang yang masih mengetahui ritual dan ritusnya. Akan tetapi, kiasan dari rtus-ritus tersebut kadang muncul pada aspek-aspek yang cukup umum. Penggambaran yang ada pada tembikar dan karya seni keagamaan, ditafsirkan, dan lebih mungkin disalahartikan dalam beragam mitos dan kisah. Beberapa bagian dari karya-karya ini masih ada dalam bentuk kutipan-kutipan oleh para filsuf Neoplatonis dan baru-baru ini terungkap melalui potongan-potongan papirus. Salah satu adalah Papirus Derveni, yang kini membuktikan bahwa setidaknya pada abad kelima SM ada sebuah sajak theogonia-kosmogoni buatan Orfeus. Sajak tersebut berusaha mengalahkan Theogonia buatan Hesiodos. Dalam sajak tersebut, silsilah para dewanya dapat ditarik kembali sampai kepada Niks (dewi malam) sebagai perempuan permulaan utama yang muncul sebelum Uranus, Kronos, dan Zeus. Disebutkan pula bahwa Malam dan Kegelapan dapat menjadi setara dengan Khaos. Para kosmolog filsafat dari masa awal banyak yang bereaksi, atau kadang membangun pandangan di atas konsepsi mitos terkenal yang sudah ada di dunia Yunani untuk beberapa waktu tertentu. Beberapa dari konsepsi yang terkenal ini dapat dilihat dari sajak-sajak Homeros dan Hesiodos. Dalam karya-karya Homeros, Bumi adalah piringan datar yang terapung di samudra luas yang disebut Okeanos dan di bagian atasnya ada langit hemisferikal yang diisi oleh mathari, bulan, dan bintang. Matahari (Helios) mengarungi langit dengan kereta perangnya pada siang hari dan berlayar di Bumi dengan mangkuk emas pada malam hari. Matahari, bumi, langit, sungai dan angin dapat dialamatkan ketika berdoa dan dipanggil untuk mengawasi sumpah. Celah alami yang ada di bumi secara terkenal dianggap sebagai jalan masuk ke dunia bawah, yang merupakan tempat berdiamnya para arwah, yang dipimpin oleh dewa Hades. Sementara itu, pengaruh dari kebudayaan lainnya yang masuk ke Yunani juga selalu menghadirkan tema-tema baru. Pantheon YunaniBerdasarkan mitologi Era Klasik, setelah kekuasaan para Titan dijatuhkan, Pantheon dewa dan dewi baru pun muncul. Salah satu kelompok dewa Yunani yang paling utama adalah para dewa Olimpus, yang tinggal di puncak Gunung Olimpus di bawah kepemimpinan Zeus. Gagasan yang membatasi bahwa jumlahnya harus dua belas kemungkinan berasal dari masa modern. Selain para dewa Olimpus, bangsa Yunani juga menyembah berbagai dewa pedesaan, misalnya dewa-satir Pan dan para nimfa (peri alam), para dewa laut, para satir, dan banyak lagi yang lainnya. Nimfa sendiri terdiri dari para Naiad (nimfa mata air), Driad (nimfa pohon), dan Nereid (nimfa laut). Selain itu, ada juga para dewa di dunia bawah, misalnya para Erinyes (dewa angkara murka), yang dikatakan memburu orang-orang yang melakukan kejahatan terhadap keluarga sendiri. Untuk menghormati Pantheon Yunani Kuno, para penyair menyusun Himne Homeros (tiga belas sajak untuk para dewa). Gregory Nagy menganggap bahwa "Himne Homeros adalah suatu pembuka sederhana (dibandingkan dengan Theogonia), yang masing-masingnya ditujukan untuk satu dewa yang berbeda-beda'.Dalam keberagaman yang luas mengenai mitos dan legenda yang terdapat dalam mitologi Yunani, orang Yunani Kuno percaya bahwa para dewa pada dasarnya memiliki tubuh jasmani namun tubuh para dewa adalah tubuh yang ideal. Menurut Walter Burkert, ciri penting dari antropomorfisme Yunani adalah bahwa "para dewa Yunani berwujud orang, dan bukanlah sesuatu yang abstrak, ide ataupun konsep". Menurut Edith Hamilton, penampakan visual sangat penting bagi orang Yunani kuno, jadi penggambaran para dewa yang ideal berasal dari penampakan "keindahan, kekuatan, dan ketangkasan" yang telah diketahui oleh orang Yunani kuno. Terlepas dari bentuk yang mendasari mereka, para dewa Yunani Kuno memiliki banyak sekali kemampuan yang luar biasa, yang paling penting adalah bahwa para dewa tidak dapat terkena penyakit, dan hanya dapat terluka melalui keadaan yang sangat tidak biasa. Orang Yunani menganggap bahwa keabadian adalah karakteristik yang paling unik dari dewa mereka. Keabadian, seperti halnya keadaan awet muda, dihasilkan dari konsumsi nektar dan ambrosia secara terus-menerus. Dengan mengonsumsi itu, darah di pembuluh darah para dewa terus-menerus diperbaharui. Meskipun para dewa jauh lebih berkuasa, orang Yunani tetap menjadikan para dewa itu memiliki beberapa ciri yang manusiawi. Dalam beberapa kasus, ada manusia yang disebut lebih mulia dari pada dewa. Setiap dewa masing-masing memiliki asal-usul, silsilah, minat, ketertarikan, kepentingan, keahlian, kekuasaan dan kepribadian tersendiri. Akan tetapi, penggambaran para dewa muncul dari banyaknya variasi arkais lokal, yang tidak selalu sama antara satu dengan yang lainnya. Ketika dewa-dewa itu disebut dalam sajak, puisi, doa, atau kultus, mereka disebutkan dengan gabungan nama serta julukannya, yang membedakan mereka berdasarkan perbedaan-perbedaan itu dari perwujudan mereka yang lainnya. Salah satu contohnya adalah Apollo Mousagetes, yang artinya adalah "Apollo, pemimpin para Mousai". Selain itu, julukan juga dapat mengidentifikasi aspek yang khusus dan terlokalisasi dari para dewa, kadang-kadang julukan-julukan para dewa dipercaya sudah ada sebelum masa Yunani Klasik. Setiap dewa masing-masing memiliki asal-usul, silsilah, minat, ketertarikan, kepentingan, keahlian, kekuasaan dan kepribadian tersendiri. Akan tetapi penggambaran para dewa muncul dari banyaknya variasi arkais lokal, yang tidak selalu sama antara satu dengan yang lainnya. Ketika dewa-dewa itu disebut dalam sajak, puisi, doa, atau kultus, mereka disebutkan dengan gabungan nama serta julukannya, yang mengidentifikasikan mereka berdasarkan perbedaan-perbedaan itu dari perwujudan mereka yang lainnya. Salah satu contohnya adalah Apollo Mousagetes, yang artinya adalah "Apollo, pemimpin para Mousai". Selain itu, julukan juga dapat mengidentifikasi aspek yang khusus dan terlokalisasi dari para dewa, kadang-kadang julukan-julukan para dewa dipercaya sudah ada sebelum masa Yunani Klasik. Sebagian besar dewa diasosiasikan dengan apek tertentu dalam kehidupan manusia. Contohnya, Afrodit adalah dewi cinta dan kecantikan, Ares adalah dewa perang, Hades dewa orang mati, dan Athena dewi strategi perang dan kebijaksanaan. Beberapa dewa, misalnya Apollo dan Dionisos, menunjukkan gabungan fungsi dan kepribadian yang kompleks, sedangkan yang lainnya, seperti Hestia (secara harfiah bermakna "perapian") dan Helios (secara harfiah bermakna "matahari"), tidak lebih dari sekadar personifikasi. kuil-kuil yang paling megah cenderung didedikasikan hanya untuk beberapa dewa saja, yaitu dewa-dewa yang menjadi pusat pemujaan dari kultus pan-Hellenik yang besar. Akan tetapi, cukup lazim pula bahwa daerah-daerah dan desa-desa tertentu memiliki pemujaan tersendiri untuk dewa-dewa minor. Banyak pula kota yang menyembah para dewa yang lebih terkenal, dan para dewa itu disembah dengan ritus-ritus lokal serta mitos-mitos aneh yang diasosiasikan dengan mereka dan tidak diketahui di daerah lainnya. Pada zaman pahlawan, kultus pemujaan pahlawan (atau setengah dewa) menjadi pelengkap pemujaan para dewa. Zaman para dewa dan manusiaAda masa ketika hanya ada para dewa yang hidup di dunia, dan ada pula masa ketika campur tangan para dewa terhadap kehidupan manusia cukup terbatas. Di antara kedua masa itu, ada masa tradisional ketika para dewa dan manusia hidup bersama-sama. Masa tersebut adalah masa-masa awal dunia ketika kelompok dewa dan manusia dapat bergaul lebih bebas daripada masa-masa setelahnya. Banyak dari cerita mengenai tema tersebut muncul dalam Metamorphoses karya Ovidius. Kisah-kisahnya sering dibagi menjadi dua kelompok cerita tematik, yaitu cerita cinta, dan cerita hukuman.
Seorang Mainad yang sedang marah, membawa sebuah thirsos dan sekor macan tutul, dengan seekor ular membelit di kepalanya. Tondo dari Kylix Attika Yunani Kuno berlatar putih, 490-480 SM.
Kisah jenis kedua adalah kisah hukuman, yaitu kisah yang melibatkan kemunculan atau penemuan beberapa artefak budaya yang penting, seperti misalnya ketika Prometheus mencuri api dari para dewa, ketika Tantalos mencuri nektar dan ambrosia dari meja makan Zeus dan memberikannya pada anak buahnya dan dengan demikian dia telah membeberkan rahasia para dewa, ketika Prometheus atau Likaon menciptakan ritual kurban, ketika Demeter mengajarkan pertanian dan Misteri kepada Triptolemos, atau ketika Marsias menciptakan aulos dan mengikuti kontes musik melawan Apollo. Ian Morris berpendapat bahwa kisah Prometheus merupakan "suatu masa antara sejarah para dewa dan sejarah manusia". Suatu fragmen papirus tanpa nama, berasal dari abad ketiga, secara jelas menggambarkan hukuman dari Dionisos kepada raja Thrakia, Likurgos. Sang raja terlambat menyadari bahwa Dionisos adalah seorang dewa. Akibatnya dia harus menerima hukuman mengerikan bahkan sampai berujung kematian. Kisah mengenai kedatangan Dionisos, yang mendirikan kultusnya sendiri di Thrakia, juga merupakan subjek dari triologi Aiskhilos. Dalam drama tragedi lainnya, yaitu Bakkhai gubahan Euripides, dikisahkan bahwa raja Thebes, Pentheus, dihukum oleh Dionisos karena dia tidak menghormati sang dewa dan mengintai para Mainad, sekelompok perempuan yang menyembah Dionisos. Dalam cerita lainnya, berdasarkan suatu motif cerita rakyat lama, serta mengulangi tema yang sama, dikisahkan bahwa Demeter berusaha mencari putrinya, Persefone. Dalam pencariannya, Demeter menyamar menjadi seorang perempuan tua bernama Doso, dan menerima perlakukan yang ramah dari Keleus, Raja Eleusis di Attika. Sebagai balasan atas kebaikan Keleus, Demeter berencana menjadikan bayi lelaki mereka, Demofon, sebagai dewa. Untuk melakukannya, Demeter harus membakar aspek manusia sang bayi. Akan tetapi Demeter tidak sempat menyelesaikan ritualnya karena ibu sang anak, Metaneira, melihat Demeter sedang menaruh bayinya di atas api. Metaneira menjerit dan Demeter pun marah. Akibatnya sang bayi tidak jadi diubah menjadi dewa. Zaman PahlawanSetelah munculnya kultus pemujaan terhadap para pahlawan, maka dewa dan pahlawan disembah dan dipuja bersama-sama dalam ritual yang sakral. Dewa dan pahlawan juga disebut bersama-sama dalam doa dan ikrar yang dialamatkan pada mereka. Berlawanan dengan zaman para dewa, pada zaman pahlawan jumlah para pahlawan tidak dibatasi dan tidak ada daftar tetapnya. Pada masa ini, tidak ada lagi dewa besar yang dilahirkan, namun pahlawan-pahlawan baru selalu ada saja yang muncul. Perbedaan lainnya antara kultus pemujaan pahlawan dan dewa adalah bahwa pahlawan menjadi pusat dari identitas kelompok lokal. Peristiwa-peristiwa monumental dalam kisah Herakles dianggap sebagai masa-masa akhir dari Zaman Pahlawan. Pada Zaman Pahlawan ini juga terjadi tiga peristiwa besar, yaitu ekspedisi para Argonaut, Siklus Thebes dan Perang Troya. Herakles dan para HeraklidBeberapa sejarawan percaya bahwa di balik mitologi Herakles yang sangat rumit mungkin terdapat manusia sungguhan, barangkali seorang pemimpin-pengikut di Kerajaan Argos. Beberapa sejarawan lainnya berpendapat bahwa kisah Herakles adalah alegori untuk perjalanan tahunan matahari, yang melewati dua belas rasi bintang zodiak Sementara yang lainnya merujuk pada mitos-mitos yang lebih awai dari beebapa budaya lainnya, dan menunjukkan bahwa kisah Herakles merupakan adaptasi lokal dari mitos pahlawan yang sudah lebih dulu ada. Pada umumnya, Herakels dikenal sebagai putra dari Zeus dan Alkmene, cucu perempuan Perseus. Perjalanan luar biasa yang dilakukannya sendirian, juga banyaknya tema cerita rakyat yang menyertainya, menghasilkan banyak cerita mengenai Herakles untuk legenda populer. Dia digambarkan sebagai seorang pemberi kurban dan disebut sebagai pendiri altar-altar. Dalam drama komedi Yunani Kuno, dia sering diperlihatkan sebagai seorang pemakan yang rakus. Sedangkan akhir hidupnya yang tragis banyak diceritakan dalam drama tragedi. Menurut Thalia Papadopoulou, drama Herakles gubahan Euripides merupakan "suatu drama yang amat sangat penting dari drama-drama Euripides lainnya". Dalam sastra dan seni, Herakles digambarkan sebagai pria yang sangat kuat dan memiliki tinggi yang sedang. Senjata khasnya adalah panah namun dia juga sering membawa gada. Herakles sangat populer dalam tembikar Yunani Kuno, pertarungannya dengan Singa Nemea diabadikan dalam ratusan lukisan vas, mengindikasikan bahwa dia adalah salah stau pahlawan paling terkenal dalam mitologi Yunani.Herakles juga diadaptasi ke dalam kultus dan mitologi Etruska dan Romawi sebagai Herkules, dan seruan "mehercule" menjadi sama lazimnya bagi orang Romawi seperti halnya "Herakleis" untuk orang Yunani. Di Italia, dia disembah sebagai dewa para saudagar dan pedagang, meskipun beberapa orang lainnya menyembahnya untuk keberuntungan, nasib baik, serta penyelamatan dari marabahaya. Herakles mencapai martabat sosial yang tinggi melalui pengangkatannya sebagai leluhur resmi para raja Doria. Hal ini barangkali berfungsi sebagai pembenaran bagi suku Doria untuk bermigrasi ke Peloponnesos. Hillos, pahlawan eponim dari satu phyle Doria, menjadi putra Herakles dan merupakan salah satu Herakleidai atau Heraklid. Heraklid sendiri merupakan orang-orang keturunan Herakles, terutama keturunan Herakles melalui Hillos. Para Heraklid di antaranya adalah Makaria, Lamos, Manto, Bianor, Tlepolemos, dan Telefos. Para Heraklid itu menaklukan sejumlah kerajaan di Peloponnesos, antara lain Mikenai, Sparta dan Argos. Menurut legenda, mereka mengklaim bahwa merke punya hak untuk berkuasa dari leluhur mereka. Proses kebangkitan mereka menuju kekuasaan sering disebut sebagai "Invasi Doria". Para raja Lydia, dan kelak Makedonia, sebagai penguasa dengan pangkat yang sama, juga termasuk golongan para Heraklid. Beberapa pahlawan lainnya yang muncul pada masa-masa awal Zaman Pahlawan, misalnya Perseus, Deukalion, Theseus dan Bellerofon, memiliki banyak kesamaan sifat dengan Herakles. Seperti halnya Herakles, mereka juga melakukan petualangan yang fantastis dan sendirian. Petualangan mereka juga menyentuh batas-batas dongeng, karena mereka menghadapi monster-monster semacam Khimaira, Medusa, dan Minotaur. Petualangan Bellerogon merupakan jenis petualangan yang cukup umum dan mirip dengan petualangan Herakles dan Theseus. Dalam tradisi pahalwan awal, tema yang sering berulang adalah usaha untuk mengirim para pahlawan menuju sesuatu yang berbahaya. Tema ini muncul dalam kisah Perseus dan Bellerofon. ArgonautSatu-satunya wiracarita hellenistik yang masih bertahan, yaitu Argonautika buatan Apollonios dari Rodos (wiracaritawan, sejarawan, dan pustakawan di Perpustakaan Iskandariyah), menceritakan tentang pelayaran Iason dan para Argonaut untuk memperoleh Bulu Domba Emas dari tanah Kolkhis yang mitis. Dalam Argonautika, Iason disuruh oleh raja Pelias di istana sang raja untuk melakukan perjalanan, dan Iason pun memulai petualangannya. Hampir semua pahlawan yang hidup pada masa tersebut ikut serta bersama Iason dalan kapal Argo untuk membantu mengambil Bulu Domba Emas. Pahlawan terkenal yang termasuk dalam rombongan Argonaut meliputi Theseus, yang pergi ke Kreta dan membunuh Minotaur; Atalanta, sang pahlawan wanita; dan Meleagros, yang pernah memiliki siklus epik tersendiri menyaingi Iliad dan Odisseia. Pindaros, Apollonios dan Apollodoros berusaha keras untuk memberi daftar lengkap orang-orang yang ikut dalam kelompok perjalanan Argonaut.Meskipun Apollonios menulis sajaknya pada abad ke-3 SM, penyusunan cerita Argonaut terjadi lebih dulu daripada Odisseia, yang menunjukkan adanya keterkaitan antara Odisseia dengan petualangan luar biasa Iason (sebagian pengembaraan Odisseus mungkin didasarkan pada cerita Argonaut). Pada masa kuno, ekspedisi itu dianggap sebagai fakta sejarah, sebuah insiden dalam proses masuknya perdagangan dan kolonisasi Yunani ke Laut Hitam. Cerita Argonaut juga sangat terkenal dan membentuk suatu siklus yang dikaitkan dengan sejumlah legenda lokal. Cerita Medeia, misalnya, mampu menarik perhatian berbagai penyair tragedi . Wangsa AtreusSiklus ThebesSiklus Thebes berkisah tentang peristiwa-peristiwa yang secara khusus diasosiasikan dengan Kadmos, pendiri kota Thebes, dan di kemudian hari diasosiasikan pula dengan perbuatan-perbuatan Laios dan Oidipus di Thebes. Jadi, Siklus Thebes adalah serangkaian cerita yang berujung pada penyerangan terhadap Thebes yang dilakukan oleh tujuh pahlawan Argos dan para Epigoni.Tidak diketahui apakah kisah Tujuh Melawan Thebes diceritakan dalam wiracarita awal. Mengenai nasib Oidipus, cerita-cerita epik awal nampaknya mengisahkan bahwa dia melanjutkan masa pemerintahannya di Thebes setelah terungkap bahwa Iokaste adalah ibunya, dan kemudian menikahi istri keduanya, yang melahirkan anak-anak Oidipus. Rincian kisah tersebut cukup berbeda dibandingkan dengan kisah yang digambarkan melalui drama-drama tragedi, misalnya Oidipus Sang Raja gubahan Sofokles serta naskah-naskah mitologi selanjutnya. Perang TroyaMitologi Yunani berpuncak pada Perang Troya serta peristiwa-peristwia setelahnya. Perang Troya terjadi ketika pasukan Yunani menyerang kota Troya di Asia Kecil. Dalam karya-karya Homeros, misalnya Iliad, cerita utamanya sudah memiliki bentuk dan substansi, sedangkan tema-tema individunya baru muncul kemudian, khususnya dalam drama Yunani. Perang Troya juga menimbulkan ketertarikan yang besar dalam budaya Romawi karena adanya kisah mengenai Aineias, seorang pahlawan Troya yang berhasil menyelamatkan diri ketika Troya dihancurkan. Dikisahkan bahwa dalam perjalanannya, Aineias mendirikan kota yang kemudian menjadi kota Roma. Kisah tersebut diceritakan dalam Aeneid karya Virgilus. Buku satu dalam Aeneid sendiri berisi versi paling terkenal mengenai penghancuran Troya. Sumber lainnya mengenai Perang Troya adalah dua pseudo-kronik dalam bahasa Latin yang ditulis atas nama Diktis Kretensis dan Dares Phrygios.
Lukisan dinding di istana Achilleion yang menggambarkan Akhilles sedang menyeret jenazah Hektor menggunakan kereta perangnya. Konflik antara Akhilles dan Hektor merupakan bagian penting dari Iliad, yang menceritakan tentang Perang Troya.
Dua wiracarita kuno, yaitu Nostoi ("Kembali") yang kini hilang dan Odisseia karya Homeros, menceritakan perjalanan pulang para pemimpin Yunani seusai Perang Troya (termasuk pengembaraan Odisseus dan pembunuhan Agamemnon). Sementara itu petualangan Aineias diceritakan dalam wiracarita Aeneid. Siklus Perang Troya juga meliputi kisah-kisah petualangan anak-anak dari para tokoh yang terlibat Perang Troya, seperti msialnya Orestes dan Telemakhos. Perang Troya memunculkan beragam tema dan menjadi sumber inspirasi utama untuk para seniman Yunani Kuno. Salah satu karya seni yang mengambil tema dari Perang Troya adalah metope di kuil Parthenon yang menggambarkan penghancuran Troya. Pilihan artistik ini, yang mengambil tema dari Siklus Troya, mengindikasikan bahwa ksiah itu sangat penting bagi peradaban Yunani Kuno. Kisah Perang Troya juga mengilhami serangkaian tulisan sastra Eropa posterior. Contohnya para penulis yang menulis mengenai Troya di Eropa Abad Pertengahan. Mereka tidak terkait dengan Homeros dan menemukan banyak kisah kepahlawanan dan cerita romantis dalam legenda Troya serta kerangka yang cocok yang ke dalamnya mereka memasukkan gagasan-gagasan mereka sendiri mengenai nilai-nilai kesatria, kesopanan, dan kegagahan. Penulis abad ke-12, misalnya Benoît de Sainte-Maure (Roman de Troie [Roman Troya, 1154–60]) dan Joseph dari Exeter (De Bello Troiano [Mengenai Perang Troya, 1183]) menggambarkan peperangan di Troya sambil menulis kembali versi standar yang mereka temukan dari naskah kuno karya Diktis dan Dares. Dengan demikian mereka telah mengikuti nasehat-nasehat Horatius dan contoh-contoh Virgilus, yaitu mereka menulis kembali sajak Troya dan bukannya menulis sesuatu yang benar-benar baru. | ||
|
|
||

0 komentar:
Posting Komentar